Yuk Mulai Terapkan Gaya Hidup Tanpa Limbah Untuk Kelestarian Bumi

Sudah sejak lama saya ingin mulai menerapkan gaya hidup tanpa limbah atau Zero Waste Lifestyle, tapi baru sekarang ini kesempatan itu tiba. Saya mengenal istilah Zero Waste pertama kali di timeline Facebook sekitar 1-2 tahun lalu. Waktu itu salah seorang Leader Oriflame yang saya follow akunnya mengajak untuk mulai memilah sampah rumah tangga alih-alih membuangnya begitu saja.

Saya seperti tercerahkan. Bahwa apa yang kita lakukan selama ini bukan membuang sampah tetapi memindahkan sampah dari rumah ke penampungan sampah. Hal ini yang membuat rumah kita bersih dari sampah tetapi lingkungan kita tidak demikian. Sebab sampah yang dihasilkan rumah tangga ribuan ton per hari itu membutuhkan tempat penampungan yang sangat luas.

Dari tumpukan sampah tersebut hanya bisa dikelola sedikit saja. Sisanya tentu saja dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, polusi udara dan sebagainya. Pada akhirnya bukan saja mempengaruhi kesehatan manusia tetapi juga merusak bumi secara keseluruhan.

Konsep 5R

Dari banyak referensi yang saya baca mengenai zero waste, saya mulai paham bahwa zero waste bukan hanya sekedar tentang daur ulang sampah. Tetapi lebih ke gaya hidup tanpa limbah yang dimulai dengan konsep 5R. Yaitu Refuse, Reduce, Reuse, Recycle dan Rot. Dalam bahasa Indonesia berarti menolak, mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang dan membusukkan.

Kalo mau tau lebih banyak tentang konsep gaya hidup tanpa limbah ini, bisa mencari informasinya di situs Zero Waste Indonesia ya.

Dengan memahami gaya hidup zero waste ini seperti menyadarkan saya bahwa kenyamanan hidup yang saya nikmati selama ini, entah itu makanan, pakaian dan segala macam benda-benda konsumsi yang saya peroleh dan miliki di rumah, ternyata memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.

Oleh karena itu secara perlahan saya mulai menerapkan konsep 5R ini di dalam kehidupan sehari-hari.

Penerapan Konsep 5R

Tahap pertama dalam konsep 5R yaitu refuse atau “menolak” artinya kita dianjurkan untuk mensyukuri apa yang sudah kita miliki saat ini. Kalopun akan membeli atau menambah sesuatu ke dalam rumah kita, sebaiknya memprioritaskan apa yang menjadi kebutuhan. Bukan keinginan.

Sekarang kalo mau beli sesuatu jadi makin banyak pertimbangannya 😀

Malah Hanum yang seringkali mengingatkan untuk tidak usah beli ini itu saat belanja bulanan dikarenakan barang tersebut dikemas plastik.

Tahap kedua yaitu reduce atau “mengurangi” berarti kita dianjurkan untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai seperti kantung belanja, sedotan, produk dengan kemasan plastik dan sebagainya.

Saya pun mulai membiasakan diri membawa kantung belanja sendiri kalo belanja ke pasar. Walopun kadang-kadang masih suka lupa juga hehe…

Tahap berikutnya reuse artinya kita dianjurkan menggunakan kembali barang-barang yang masih bisa dimanfaatkan. Hampir mirip dengan tahap keempat yaitu recycle atau melakukan daur ulang sampah menjadi produk produk yang bermanfaat.

 

gaya hidup tanpa limbah
Sumber: tribunnews.com

Di rumah, saya saya manfaatkan botol bekas selai untuk wadah garam, merica atau bumbu lainnya.  Saya juga sering menggunakan juga wadah-wadah bekas untuk menyimpan sayuran di kulkas sehingga tampak lebih rapi.

Yang terakhir rot atau membusukkan adalah solusi terakhir terutama untuk sampah-sampah makanan yang tidak dapat dimanfaatkan lagi.

Satu hal yang membuat saya bersemangat untuk mulai menerapkan gaya hidup tanpa limbah ini adalah adanya dukungan Hanum. Di sekolahnya Hanum di SMPN 236 Jakarta, memang sudah mulai menerapkan konsep bebas sampah plastik dan styrofoam sejak pindah ke gedung baru pada awal tahun ini.

Baca juga : Sekolah Hanum Kembali ke Gedung Baru

Yang bikin saya makin senang, konsep gaya hidup tanpa limbah ini membuat pengeluaran rutin rumah tangga, khususnya belanja bulanan menjadi berkurang. Saya tidak lagi belanja produk-produk dalam kemasan plastik dalam jumlah banyak seperti biasanya.

Saya mengganti beberapa produk komersial untuk kebutuhan rumah tangga dengan produk alami yang bisa dibuat sendiri.  Contoh produk komersial misalnya detergen dan pelembut pakaian. Seperti yang kita tau, produk pembersih dan kosmetik komersial, kebanyakan mengandung Sodium Lauryl Sulfate komponen bahan kimia pengasil busa yang dapat memicu munculnya penyakit kanker, iritasi kulit  dan juga mencemari air dan tanah sekitarnya.

Saat ini saya sedang menghabiskan sisa produk-produk perawatan wajah yang masih ada, sebelum menggantinya dengan produk lain buatan sendiri yang lebih alami.

Pada kisah berikutnya saya akan sharing bagaimana saya beralih dari produk-prduk komersial dan menggantinya dengan produk buatan sendiri yang lebih ramah lingkungan.

Nantikan ya 🙂

 

 

Komentar

Postingan Populer